Hujan masih saja turun. Aku duduk di tepi pantai, kau
menemaniku. Kita menatap laut berdua. Di tengah laut, hujan tak menyisakan
apa-apa. Selain, luapan kesedihan atas cinta yang sedang berduka.
Kau menangis berlebih, tidak mau menerima kenyataan. Orang
tua terkadang lebih kejam daripada pemerintah yang koruptor. Orangtua berpikir
sama. Kau dijodohkan, demi strata sosial keluargamu.
"Hidup ini kejam, Nak. Terkadang kita memang harus
melepaskan apa yang tidak sanggup kita genggam. Karena itu bisa merusak apa
yang harusnya bahagia."
"Di mataku, hidup tak lebih dari cara menuju mati dengan
lebih teliti. Atau, mati untuk menyelesaikan segala urusan dunia yang tak
pernah selesai."
Malam itu ku yakinkan diriku. Tidak akan ku biarkan siapapun
merebutnya. Keyakinan itu entah darimana timbulnya. Malam itu aku merasa
kembali memiliki harapan. Aku ingin berdua denganmu seumur hidupku. Dua bulan
kemudian kita menikah, sejak orangtuamu meninggal dibunuh perampok.
Aku memelukmu, hujan turun lagi, menatap ke arah jalan. Aku
merasakan betapa lembutnya kasih sayangmu. Jauh dalam diriku, aku masih saja
dilanda ketakutan, setelah bertahun-tahun kita menikah. Di halaman rumah, daun
gugur diterpa angin.
Seandainya, kau tahu perampok yang membunuh ayah ibumu
adalah aku. Masihkah kau ingin bersamaku?
Catatan :
Cerita kelima dari lima belas cerita dalam Buka Kumpulan Cerita "Satu Hari di 2018" Karya Boy Candra.